Invasi Belanda Di Lombok 1894

Lombok 1894 

Penduduk asli Pulau Lombok adalah Suku Sasak, yang memeluk Islam sejak abad ke-16. Kelompok-kelompok bangsawan Bali dari Kerajaan Karangasem kemudian mulai menguasai bagian barat pulau Lombok. Salah satu dari mereka, yaitu kelompok Bali-Mataram, berhasil menguasai lebih banyak daripada kelompok asal Bali lainnya, dan bahkan pada akhirnya menguasai keseluruhan pulau ini pada tahun 1839.Sejak saat itu kebudayaan istana Bali juga turut berkembang di Lombok. 

Hubungan dengan Inggris mulai berkembang, diawali oleh G.P. King yang memegang semua mandat perdagangan luar negeri Inggris. Namun Belanda berhasil menghentikan pengaruh Inggris dengan menandatangani perjanjian dengan kelompok Bali-Mataram pada tahun 1843. Kelompok Bali-Mataram adalah sekutu Belanda selama intervensi Belanda di Bali pada tahun 1849, dan atas bantuannya kelompok ini diberi kedudukan sebagai penguasa vasal atas wilayah Karangasem di Pulau Bali

Jenderal P.P.H. van Ham


Belanda kembali dengan bala bantuan tambahan di bawah komando Jenderal Vetter. Mataram diserang hingga benar-benar hancur.Pada tanggal 8 November 1894, Belanda secara sistematis menembakkan meriam kepada posisi pasukan Bali di Cakranegara, sehingga menghancurkan istana, menewaskan sekitar 2.000 orang Bali, sementara mereka sendiri kehilangan 166 orang. Pada akhir November 1894, Belanda telah berhasil mengalahkan semua perlawanan Bali, dengan ribuan orang Bali menjadi korban tewas, menyerah, atau melakukan ritual puputan.


Monumen ekspedisi Belanda 1894

Lombok dan Karangasem selanjutnya menjadi bagian dari Hindia Belanda, dan pemerintahan dijalankan dari Bali.Gusti Gede Jelantik diangkat sebagai regen Belanda pada tahun 1894, dan ia memerintah hingga tahun 1902.Harta kekayaan kerajaan Lombok disita oleh Belanda, di antaranya termasuk 230 kilo emas, 7.000 kilo perak, dan perhiasan dan karya sastra (termasuk Negarakertagama). Bangli dan Gianyar tidak lama kemudian juga mengakui kedaulatan Belanda, namun wilayah Bali selatan terus melawan sampai terjadinya intervensi Belanda di Bali (1906) berikutnya


Hari ini, 8 Juli 1894.


Pada pukul 6 pagi, pasukan pengintai dalam jumlah besar di bawah pimpinan Mayor van Bijlevelt, bersama kontroler Liefrinck, Batalion 6, kaveleri dan satu seksi artileri pegunungan dan ambulans, dikirim ke luar. Mereka menempuh rute Ampenan – Tanjung Karang – Sekarbela – Pesinggahan. Atas kemauannya sendiri, Jenderal van Ham ikut bersama pasukan ini.

Gusti Gede Jelantik


Tidak dinyana perjalanan ini menghasilkan pertemuan yang menentukan akan rencana penyerbuan ini. Di tengah jalan mereka bertemu dengan Gusti Gede Jelantik, Raja Karangasem, yang pada saat itu memang berada di Lombok. Menurut Gusti Jelantik, pertemuan ini tidak disengaja. Ia mengatakan kepada van Ham bahwa ia sebenarnya sedang menuju Ampenan untuk meminta maaf kepada Residen Dannenberg karena mengabaikan pemberitahuan akan rencana Expedisi ini.


Menurut Van Ham, mereka tidak mempercayai ucapan Gusti Jelantik. Besar kemungkinan Gusti Jelantik hanya ingin mengetahui kekuatan pasukan expedisi dan ingin memisahkan dirinya dari raja, selagi masih ada waktu. Gusti Jelantik tengah mengatur rencana untuk kepentingan dirinya sendiri! Demikian pandangan van Ham terhadap Gusti Jelantik.


Semua orang memang bisa mengail di air keruh dan mengambil keuntungan dalam situasi ini. Sebab raja sudah sangat tua, pikun, tidak dapat mendengar dan berubah menjadi kekanak-kanakan. Di sisi lain, putera mahkota kurang cakap dan tidak berpengalaman.


9 Juli 1894.


Pandangan van Ham kemarin, ternyata terbukti hari ini. Pada pukul 10.30 Gusti Jelantik datang ke Ampenan menemui panglima, Jenderal Vetter. Jelantik mendeklarasikan bahwa ia memisahkan diri dari Raja Lombok dan akan kembali ke kerajaannya di Karangasem, kecuali jika panglima ingin menggunakan dia dan 1200 pasukannya, maka ia akan tetap bertahan di Lombok. Intinya, ia sudah melepaskan diri dari Raja Lombok, dan menyerahkan dirinya untuk digunakan oleh Belanda.

Hari itu diputuskan bahwa Gusti Jelantik harus tinggal di Lombok, sementara pasukannya akan dipulangkan ke Karangasem dengan menggunakan kapal uap Belanda. Namun belakangan rencana yang terakhir ini berubah, pasukan Gusti Jelantik akan tetap berada di Lombok hingga seluruh persoalan terselesaikan.


Setelah pertemuan tersebut, Gusti Jelantik langsung menemui Raja dan Made Karangasem di Cakranegara. Ia menekankan besarnya kekuatan pasukan Belanda. Jelantik menyarankan untuk memenuhi tuntutan Belanda.


Sumber : Wikipedia - Invasi Belanda Di lombok 


Post a Comment

Previous Post Next Post